Sabtu, 21 Oktober 2017

KISAH NYATA !!! SERBA MERAH



KISAH NYATA TAMU BERPAKAIAN SERBA MERAH DI PONDOK THORIQUL JANNAH
Jum’at  usai Maghrib di tahun 2013, di Kediaman Gus Idris tengah berlangsung pengajian rutin JUM’AT WAGE. Hari itu hujan begitu deras hingga atap rumah Gus Idris yang lama mengalami kebocoran di sejumlah titik. Ember pun bertebaran disana-sini untuk menampung tetesan bocor.
Sebagian lantai sudah basah oleh air hujan. Sementara Gus Idris sedang beristirahat di kamarnya karena hari itu Beliau tak dapat memimpin pengajian karena kondisi yang kurang sehat.
Tak lama usai pengajian, semua yang hadir pulang ke rumah masing-masing kecuali sebagian pengurus dan crew majlis serta para santri yang tengah sibuk mengepel lantai yang banjir akibat bocor. Saat baru saja rampung mengepel dan hendak memindahkan ember, seorang santri dikejutkan dengan kehadiran seorang pria paruh baya secara tiba-tiba sudah duduk di teras rumah. Posisi duduknya mirip Tasyahud awal, pakaian atasnya memakai baju merah dan celana warna merah. Sementara kepalanya ditutupi caping anyaman bambu. Setelah diantara santri juga salah satu pengurus dan orang tersebut saling mengucap dan menjawab salam, santri pun bertanya maksud dan tujuan kedatangan Si Tamu.
“Boleh saya tanya, apa benar disini rumah Gus Idris?” ,tanyanya Si Tamu.
“Benar, disini rumah Gus Idris. Kalau boleh tahu Bapak ada perlu apa ya?” jawab santri.
Sempat terlintas di benak santri kalau tamu tersebut adalah peminta sumbangan.
Si Tamu menjawab, bahwa ia adalah musafir yang berkelana ke banyak tempat. Maksud kedatangannya adalah untuk bersilaturahmi kepada Gus Idris dan Abah beliau. Begitulah ia memperkenalkan diri namun tak menyebutkan nama.
“Benar ini rumahnya Gus Idris, tapi beliau sedang sakit. Beliau sedang istirahat di kamar. Jika masih ingin tetap bertemu dengan Gus, mungkin anda bisa kembali besok.” jawab santri sambil memandang dengan penuh selidik.
“Jika demikian berarti saya tidak bisa bertemu dengan Gus Idris dan Abahnya?” tanyanya Si Tamu lagi.
“Mohon maaf, tidak bisa Pak kalau bertemu dengan Gus. Kalau dengan Abahnya bisa.”
“Kalau begitu titip salam saja kepada Gus dan Abah”, kata Si Tamu.
“Insya allah Pak”, ucap santri mencoba menutup pembicaraan.
Lalu, santri bergegas begitu saja memindahkan ember yang tadi.
Setelah memindahkan ember, santri kembali terkejut sebab Si Tamu sudah tidak ada di tempat. Dan ia semakin terkejut manakala yang ia lihat di teras rumah malah Gus Idris. Di ambang teras, Gus Idris berdiri dengan wajah mengkerut mengenakan sweater dan celana pangsy. Santri dilanda kebingungan, sederet pertanyaan pun berkecamuk. Bagaimana bisa Gus Idris yang tengah sakit tiba-tiba keluar kamar dan sudah berdiri di hadapannya. Padahal tadi beliau tak sanggup mengikuti pengajian. Lalu kemana pula perginya tamu tadi?? Datang tak diundang pergi tak permisi.
“Tadi saya dengar ada tamu datang?” Gus Idris bertanya pada santri dengan sorotan mata yang tajam.
(jika tak sedang tidur pastinya Gus Idris mendengar jelas percakapan santri dan tamu, posisi kamar Gus kala itu  bersebelahan dengan teras rumah yang pembatasnya hanya kayu triplek.)
“Iya betul Gus, tadi ada tamu. Hanya saja dia mau bertemu dengan Gus”, jawab santri masih belum bisa menyembunyikan keterkejutannya.
“Trus kemana orangnya?”, tanya Gus Idris.
“Saya suruh dia kembali lagi besok, Gus” Jawab Santri.
(Muka Gus Idris berubah tak pelak dan santri kena semprot.)
“Kamu tidak boleh begitu sama tamu. Sekarang cari dan kejar orangnya!!”
Santri langsung mengejar orang tersebut hingga ke ujung desa. Kebetulan, ada beberapa jamaah pengajian di ujung desa yang tengah duduk dan ngobrol dengan masyarakat. Santri pun bertanya tentang perihal tamu yang tadi namun tak seorang pun dari mereka yang melihat ada orang yang masuk atau keluar desa ini.
Kebetulan ujung desa tempat mereka duduk-duduk dan ngobrol tadi merupakan satu-satunya titik akses keluar-masuk desa. Jiakalu ada yang keluar-masuk desa pasti mereka tahu terlebih dahulu.
Meski masih penasaran, santri tersebut berlari kembali menuju pondok dengan harapan mudah-mudahan bertemu dengan Si Tamu. Namun orang yang dicarinya tak ada. Akhirnya, santri pun kembali ke rumah Gus Idris dan memberitahu bahwa tamu tersebut tidak berhasil ditemukan.
Di teras rumah, Gus Idris masih berdiri termangu. Wajahnya juga masih kelabu. Beliau tarik nafas dalam-dalam lalu menasehati santri, crew dan pengurus agar di kemudian hari tak perlu lagi ada proteksi berlebihan dan jangan ada keputusan yang sepihak bagi para tamu.


Sumber :
Isi cerita dari buku “Jalan Menuju Surga” Bab Karomah
Penulis : Mustika Aprilia

1 komentar:

  1. Itu santri songong.siapa tahu keperluannya sangat penting.lagi pula tidak sopan santri memutuskan sendiri pendapatnya.santri tidak sopan.

    BalasHapus